Hakim Alimin Ribut Sujono Disorot DPR atas Vonis Mati Ferdy Sambo

Calon Hakim Agung Alimin Ribut Sujono dihujani pertanyaan di DPR terkait vonis hukuman mati Ferdy Sambo; alasan, tanggapan, dan isu etika hukum yang muncul.

Komisi III DPR RI baru-baru ini menggelar sesi uji kelayakan dan kepatutan untuk calon Hakim Agung Republik Indonesia. Salah satu calon yang menjadi sorotan tajam anggota DPR adalah Alimin Ribut Sujono, Hakim Pengadilan Tinggi Banjarmasin yang pernah menjadi bagian majelis hakim dalam putusan awal vonis mati terhadap Ferdy Sambo. Isu ini kembali hangat karena DPR ingin memastikan prinsip keadilan, etika, dan konsistensi hukum dalam menunjuk hakim agung.

BACA JUGA : Kasus Korupsi Sritex: Iwan Setiawan & Iwan Kurniawan Jadi Tersangka TPPU

Siapa Alimin Ribut Sujono dan Perannya

Alimin Ribut Sujono adalah calon Hakim Agung dari kamar pidana yang mengikuti seleksi melalui Komisi Yudisial dan DPR. Sebelum itu, ia pernah menjabat sebagai hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan kemudian di Pengadilan Tinggi. Salah satu kasus besar yang melekat dalam rekam jejaknya adalah keterlibatannya dalam persidangan Ferdy Sambo dengan putusan vonis hukuman mati di tingkat pengadilan pertama.


DPR Cecar Alimin: Pertanyaan, Kritik dan Isu yang Muncul

Dalam sesi fit and proper test yang digelar Senayan, anggota Komisi III DPR, khususnya Benny K. Harman, secara khusus mempertanyakan beberapa hal terkait keputusan vonis mati yang dibuat Alimin Ribut Sujono. Berikut poin-poin penting yang menjadi sorotan:

  1. Kapan dan di mana vonis itu dijatuhkan?
    DPR ingin kejelasan tentang tanggal, instansi pengadilan, dan kondisi fakta yang menjadi dasar keputusan. Alimin Ribut Sujono mengonfirmasi bahwa dirinya adalah salah satu hakim yang ikut dalam majelis hakim yang memutuskan vonis mati terhadap Sambo.
  2. Alasan mendukung hukuman mati
    Alimin menyatakan bahwa vonis hukuman mati dijatuhkan karena mempertimbangkan tingkat kejahatan terdakwa, dampaknya terhadap masyarakat umum, dampak terhadap institusi hukum, serta karakter tindakan terdakwa yang “seharusnya tidak demikian”.
  3. Pernyataan “atas nama Tuhan” dan posisi hakim
    DPR mempertanyakan apakah hakim mengambil posisi wakil Tuhan ketika menjatuhkan hukuman mati, karena hanya Tuhan yang berhak mencabut nyawa manusia menurut beberapa pandangan etika dan hukum moral. Alimin mengakui bahwa dalam beberapa pernyataannya ia menyebut bahwa keputusan berat seperti vonis mati memerlukan perenungan mendalam dan menyentuh konsep moral/spiritual.
  4. Apakah vonis tersebut tetap berlaku
    Meskipun vonis mati pernah dijatuhkan, Mahkamah Agung kemudian mengubah vonis tersebut menjadi hukuman penjara seumur hidup pada proses kasasi.
  5. Etika hakim dan konflik kepentingan
    DPR juga menyinggung kode etik hakim, termasuk apakah calon hakim agung dapat menangani atau bersuara mengenai kasus yang pernah dihadapi sebelumnya. Alimin menyatakan bahwa kalau terpilih, ia tidak akan menangani perkara yang pernah dia tangani sebelumnya di pengadilan tingkat sebelumnya, sesuai dengan norma-kode etik.


Tanggapan dan Penjelasan dari Alimin Ribut Sujono

Alimin sendiri menanggapi pertanyaan DPR dengan beberapa poin berikut:

  • Ia menegaskan dukungannya terhadap hukum mati dalam kasus Sambo, berdasarkan pertimbangan objekif seperti tingkat kejahatan, efeknya terhadap masyarakat dan institusi hukum.
  • Ia menyatakan bahwa putusan itu bukan impulsif, melainkan melalui perenungan yang dalam.
  • Mengenai posisinya sebagai calon hakim agung, ia menegaskan bahwa sesuai aturan, ia tidak akan menangani kasus yang pernah menjadi bagian dari tugasnya di pengadilan lama bila menjadi hakim agung.


Implikasi dan Isu yang Perlu Dipertimbangkan

Masuknya isu vonis mati Sambo dalam ruang uji kelayakan hakim agung menimbulkan sejumlah pertanyaan penting:

  • Konsistensi hukum: Apakah perubahan vonis dari hukuman mati ke penjara seumur hidup mencerminkan perubahan standar yudisial, atau hanya mekanisme banding/ kasasi?
  • Etika hakim: Seberapa jauh hakim boleh membawa unsur moral/spiritual ketika menjatuhkan hukuman yang paling berat?
  • Pengaruh publik dan persepsi masyarakat: Vonis terhadap kasus besar seperti Sambo tidak hanya berdampak legal, tetapi juga menjadi sorotan publik, dan setiap keputusan hakim dapat dinilai dari aspek moral & sosial.
  • Kriteria seleksi hakim agung: Fit and proper test DPR menekankan bahwa calon hakim agung tidak hanya kompeten secara hukum, tetapi juga punya rekam jejak yang bersih etika & transparansi dalam keputusan-keputusan penting.


Kesimpulan

Penggunaan vonis mati dalam kasus Ferdy Sambo oleh calon hakim agung Alimin Ribut Sujono menjadi titik sentral dalam uji kelayakan Komisi III DPR. DPR menuntut kejelasan—bukan hanya tentang legalitas vonis, tetapi juga pemikiran moral, etika, konsekuensi sosial, dan konsistensi dalam menerapkan hukum. Meskipun vonis mati pernah dijatuhkan, putusan itu kemudian dikoreksi oleh Mahkamah Agung menjadi hukuman seumur hidup, yang menambah lapisan kompleksitas pada perdebatan.

Proses seleksi hakim agung akan terus diperhatikan publik, karena keputusan akhirnya akan berdampak besar pada kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan. Di antara faktor-penentu terpenting adalah integritas calon hakim, termasuk bagaimana mereka telah dan akan menghadapi kasus-kasus kontroversial di masa depan.

Mungkin Anda Menyukai